Sektor industri perkebunan dan kehutanan optimistis bisa berkontribusi dalam upaya dekarbonisasi dengan kolaborasi lintas sektor sebagai kuncinya. “Kita perlu bergerak cepat dan bersama-sama agar upaya dekarbonisasi bisa terlaksana, dan itu telah kami lakukan di Sinar Mas Agribusiness and Meals, namun kami sepertinya tidak bisa melakukannya sendiri. Jadi penting untuk menciptakan ekosistem yang memberi dorongan untuk dalam bentuk kebijakan pemerintah dan dukungan dana yang memadai, serta inovasi teknis untuk sampai tujuan nol emisi bersama kita,” kata Leader Sustainability & Communications Officer Sinar Mas Agribusiness and Meals, Anita Neville saat berdiskusi bertema Dekarbonisasi Industri Indonesia, Pelajaran dari Implementasi Rencana Nol Emisi pada Indonesia International Sustainability Discussion board (IISF) 2024 di Jakarta Conference Center, Jumat (6/9). Menurutnya, minyak sawit mentah (CPO) dengan menggunakan biodiesel dan pembangkitan energi berkelanjutan bisa berkontribusi pada upaya dekarbonisasi. “Kami lihat peran besar yang bisa dimainkan oleh minyak kelapa sawit dalam transisi ini. Energi terbarukan merupakan bagian penting dari strategi dekarbonisasi kami sendiri. Untuk saat ini, 92 persen energi yang digunakan dalam bisnis hulu kami adalah energi terbarukan, sebagian besar memakai pendekatan sirkular dan mengubah limbah produksi kami menjadi energi,” kata Anita. Pentingnya kolaborasi juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Sinar Mas Agribusiness & Meals, Jesslyne Widjaja. “Dengan meningkatkan produktivitas dan memberdayakan petani kecil, kita bisa meningkatkan produktivitas panen sekaligus mendorong kesejahteraan mereka. Dengan kebijakan yang tepat, berbagai keunggulan minyak kelapa sawit dalam produksi bahan bakar, energi, dan biomassa yang berkelanjutan bisa menjadi bagian dari jawabannya. Upaya ini membutuhkan tindakan kolektif,” kata Jesslyne dalam sesi bertajuk Mendorong Masa Depan Transportasi Bebas Emisi, di Jakarta Conference Center, Kamis (5/9). Dengan cara peta jalan nol emisi, Sinar Mas Agribusiness and Meals membuat khusus empat hal, yaitu berkomitmen untuk sepertinya tidak melakukan deforestasi, merehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi, mengelola metana dari pabrik pengolahan CPO, dan beralih ke energi terbarukan dengan mengubah penggunaan batu bara menjadi biomassa. Jesslyn mencontohkan program pencampuran bahan bakar B35 di Indonesia dengan menggunakan pemanfaatan biodiesel sebanyak 12 juta ton yang telah mampu menekan emisi fuel rumah kaca sampai 30 juta ton, sekaligus menghemat devisa sebesar Rp160 triliun dari pengurangan impor bahan bakar fosil. Sementara, kelapa sawit sendiri merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang paling produktif dan efisien. “Ketika Indonesia mencoba pencampuran biodiesel ke tingkat yang lebih tinggi, kami dari sektor industri siap mendukungnya dengan menggunakan solusi pasokan berkelanjutan,” ujarnya. Hal tersebut telah diupayakan dengan menggunakan budi daya berbasis pendekatan sirkular, peremajaan tanaman, dan pendampingan closed loop inklusif, yang mempertemukan pekebun, perusahaan pembeli sebagai pendamping, koperasi, dan dukungan skema finansial. “Dengan dukungan lintas sektor dan kerangka investasi yang tepat, kita bisa mengoptimalkan potensi kelapa sawit untuk menjawab isu ketahanan pangan, energi, kesejahteraan, dan mitigasi perubahan iklim dengan menggunakan dekarbonisasi.” Dengan potensi tersebut, menurut Jesslyn, rekan pembicara dari industri penerbangan akan kesulitan sampai goal penurunan emisi tanpa dukungan industri kelapa sawit. CEO AirAsia Tony Fernandes menyatakan penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) akan efektif jika pasokannya memadai dengan harga yang tepat. “Hal itu bisa dicapai dengan cara minyak sawit mentah atau turunannya sebagai bahan baku. Produksi yang tinggi di Asia Tenggara bisa menekan harga SAF. Sayangnya, untuk saat ini negara-negara barat masih enggan memakai minyak sawit.” AirAsia sendiri, menurut Tony, untuk saat ini tengah menguji penggunaan SAF yang dipasok Sinar Mas. Sementara, pilar bisnis Sinar Mas di sektor pulp dan kertas pada acara yang sama dengan menggunakan Leader Sustainability Officer APP Staff, Elim Sritaba menyatakan upaya untuk melakukan dekarbonisasi telah berlangsung sejak 2018 yang membuat pihaknya berdiskusi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menghasilkan kerangka kerja yang secara berkala dipertajam, sampai yang terkini adalah Sustainable Roadmap Imaginative and prescient: Imaginative and prescient 2030, berisi target-target keberlanjutan yang semakin terhubung dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, dan didukung oleh keterlibatan pemangku kepentingan yang kuat. “Di dalamnya ada kriteria bagaimana kita melakukan produksi dengan karbon minimum, termasuk mendapatkan keuntungan dari bahan baku dari hutan tanaman industri yang dikelola secara berkelanjutan, dengan tetap memprioritaskan kesejahteraan masyarakat sekitar,” ujarnya. Elim mencontohkan bagaimana pihaknya berkolaborasi dengan masyarakat sekitar hutan dengan menggunakan program Desa Makmur Peduli Api yang memberdayakan mereka dengan menggunakan budidaya berbagai komoditas berbasis kearifan lokal dan ramah lingkungan. Dari goal penurunan emisi karbon sebesar 30 persen pada 2030, menurutnya, APP Staff telah mampu menurunkannya sampai 13 persen. “Pemanfaatan teknologi terbaru yang mampu menekan emisi, pemanfaatan kembali limbah produksi secara lebih optimum, disertai pemantauan dan pengukuran capaian peta jalan yang mumpuni, semuanya membutuhkan investasi tersendiri. Di sini kolaborasi bisa menjembataninya dengan tersedianya skema keuangan hijau, atau bersantai berupa insentif bagi sektor industri yang ramah lingkungan,” ujarnya. Managing Director Sinar Mas Ferry Salman mengungkapkan rasa bangganya bahwa beberapa pilar bisnis mampu berpartisipasi untuk kedua kalinya dalam ajang IISF, sebuah wadah untuk mendorong kolaborasi dan berbagi praktik kualitas terbaik lintas pihak dalam aksi dekarbonisasi dengan menggunakan pertumbuhan berkelanjutan. Ia juga mengingatkan pentingnya kolaborasi yang dilandasi asas kesetaraan dan keterbukaan. “Sinar Mas yang tahun ini genap berusia 86 tahun, tentu berupaya untuk terus berkelanjutan dengan menggunakan pengurangan emisi. Harapannya, negara-negara maju, belahan bumi utara, sepertinya tidak memakai kriteria yang membuat negara seperti Indonesia gagal untuk maju dengan menggunakan komoditas andalan dan sektor industri seperti kelapa sawit atau pulp dan kertas. Sebagaimana diungkapkan Presiden Joko Widodo saat pembukaan IISF, kolaborasi sepertinya tidak boleh memikirkan kepentingan sendiri. Terlebih lagi, mitigasi perubahan iklim dan keberlanjutan adalah kepentingan semua negara,” kata Ferry.
“Ini adalah taruhan kualitas terbaik kita,” kata Jesslyne tentang upaya industri penerbangan untuk mengurangi emisi dengan cara bahan bakar penerbangan berbasis minyak sawit yang berkelanjutan.
Sumber: VRITIMES