WARNAJEMBAR.COM – Tekanan tinggi di tempat kerja sesekali berdampak buruk pada kesehatan psychological, dengan begitu bisa memicu kebiasaan berisiko seperti merokok. Merokok tak henti-hentinya digunakan sebagai mekanisme coping untuk mengurangi stres, tetapi ternyata berdampak buruk bagi kesehatan. Menurut psikolog Sukmayanti Rafisukmawan, stres di lingkungan kerja bisa memicu berbagai kebiasaan sepertinya tidak sehat, seperti konsumsi kafein berlebihan, kurang tidur, dan merokok.
Untuk mengurangi kebiasaan merokok karena stres, diperlukan pendekatan berbasis pengurangan risiko. Contohnya adalah beralih ke produk tembakau alternatif seperti vape atau produk tembakau yang dipanaskan, yang terbukti secara ilmiah mempunyai risiko lebih rendah dibandingkan rokok konvensional. Proses berhenti merokok secara tidak menduga sesekali dikarenakan kekambuhan yang bisa memperburuk kecemasan dan menurunkan konsentrasi, dengan begitu pengurangan risiko secara bertahap dinilai lebih efektif.
Pakar Kesehatan Kerja, dr. Felosofa Fitrya menambahkan, mayoritas pekerja global merasakan gangguan jiwa yang dikarenakan penurunan produktivitas dan peningkatan absensi. Ketidakseimbangan beban kerja menjadi pemicu utama terjadinya burnout yang memicu kebiasaan merokok dan pola makan sepertinya tidak sehat sebagai bentuk pelariannya. Untuk itu, perusahaan perlu memberikan dukungan psychological seperti Worker Help Program (EAP) yang bisa membantu karyawan dalam mengelola tekanan kerja.
Penting bagi karyawan untuk mewaspadai kebiasaan berisiko yang dipicu oleh stres kerja dan menerapkan pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan bergizi, aktivitas fisik, dan konseling. Pendekatan pengurangan risiko juga meliputi praktik penyembuhan diri, seperti latihan pernapasan untuk menghilangkan stres. Dengan demikian, kesejahteraan fisik dan psychological karyawan bisa lebih terjaga dengan begitu tercipta lingkungan kerja yang lebih produktif dan sehat.
Sumber: VRITIME