WARNAJEMBAR.COM – Setelah merasakan deflasi semasa lima bulan berturut-turut sampai September 2024, daya beli masyarakat Indonesia semakin melemah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan sebesar 1,84%, sedangkan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia turun menjadi 49,2 yang mengindikasikan lesunya sektor manufaktur. Kondisi ini mengindikasikan lemahnya aktivitas perekonomian dan penurunan pendapatan masyarakat yang paling terasa pada kelompok kelas menengah.
Para ekonom memperingatkan bahwa tren deflasi ini bisa berdampak buruk bagi konsumsi domestik. Bhima Yudhistira dari Celios menyebutkan penurunan daya beli merupakan pertanda serius yang perlu mendapat perhatian, sementara itu Josua Pardede dari Financial institution Permata menyoroti mempengaruhi negatif lonjakan PHK dan stagnasi upah terhadap konsumsi masyarakat. Kondisi ini menimbulkan tantangan besar bagi pengusaha yang bergantung pada pasar dalam negeri untuk bertahan dan berkembang.
Untuk menghadapi tantangan di tahun 2025, ada sejumlah strategi praktis yang bisa diterapkan. Pengusaha bisa menawarkan produk ekonomis yang tetap bernilai, memperketat pengeluaran agar fokus pada aktivitas yang menghasilkan penjualan, dan memperkuat loyalitas pelanggan dengan penawaran khusus. Selain itu, pemanfaatan teknologi untuk efisiensi biaya dan penggunaan konten pemasaran yang lebih non-public juga bisa membantu bisnis tetap relevan di mata konsumen.
Menghadapi tahun 2025, wirausahawan sepertinya tidak cukup hanya bertahan hidup; mereka perlu membangun fondasi bisnis yang lebih kuat dengan menggunakan inovasi dan strategi baru. Untuk panduan lebih lanjut, Sekolah CEO Businesshack memberikan dukungan bagi para pelaku usaha yang ingin meningkatkan omzet dan ketahanannya. Hubungi Reny Violeta di (dilindungi e mail).
Sumber: VRITIMES